Judul: Petunjuk Jalan
Judul Asli: Ma;alim fi Ath Thariq
Penulis: Sayyid Quthb
ISBN:979-8143-06-x
Halaman: 354 hlm
Tahun: 2009
Penerbit: Uswah
Website: –
Ma’alim fi Ath-Thariq (معالم في الطريق) inilah petunjuk jalan yang menggetarkan iman. Buku yang telah mengantarkan penulis, Sayyid Qutb syahid(insyaAlloh) dibawah tiang gantungan. Kemudian setempel teroris ditempelkan pada mereka yang membacanya di berbagai negara. Buku pernah dilarang di beberapa negara yang represif seperti Mesir dan bisa saja Indonesia sebagaimana melarang Tafsir Fi Zilalil Qur’an oleh penulis yang sama. Ya, mereka senantiasa hendak memadamkan cahaya Alloh.
Dalam resensi kali ini kami sertakan juga Buku Petunjuk Jalan versi sebelumnya yang diterbitkan oleh Daarusy Syuruuq 1992 yang di terjamahkan oleh Akhina Abdul Hayyie al Kattani dan Yodi Indrayadi dari Gema Insani Press tahun 2001. Buku ini dikatakan revolusioner cukup berani karena ia hadir dengan ide yang berbeda dengan kebanyakan buku-buku lain. Banyak negara muslim atau mayoritas muslim yang sudah merdeka dari penjajah(negara lain)masih menyisakan masalah yang ternyata tidak serta merta berakhir. Diantara masalahnya, para penguasa otoriter yang mengekor negara-negara kafir semacam Amerika dan anteknya yang pernah dan berusaha menguasai sebagian negara mayoritas muslim. Mereka memandang Islam sebagai ancaman atau musuh di perang dunia III atau perang salib baru, dan tidak ingin dienul Islam menjadi jalan hidup, sistem hidup atau way of life. Di sisi yang lain, umat Islam terpuruk dalam ketakutan. maaf “keterbelakangan mental” dan tidak percaya diri dalam menghadapi Kafir Barat.
Prinsip dakwah dalam manhaj Al-Qur’an, Tauhid wal Jihad. Ini bukan sesuatu yang baru. Dengan metode yang sistematis dan gaya penyampaian bahasa yang khas, Sayyid Qutb menjadikan hal-hal itu lebih hidup dan memiliki daya dobrak! Ia menjadi penyemangat serta menumbuhkan ruh juang bagi pembaca.
Ma’alim fi Ath-Tahriq ini terdiri dari 12 bab dan diawali dengan muqaddimah. 4 bab diantaranya merupakan intisari Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, yaitu:
1. Karakter Manhaj Al-Qur’an طبيعة المنهج القراني
2. Pandangan Islam dan Kebudayaan التصور الإسلامي والثقافة
3. Jihad fii Sabiilillah الجهاد في سبيل الله
4. Tumbuhnya Masyarakat Muslim dan Karakteristiknya نشأة المجتمع المسلم وخصائصه
Dan 8 bab lain merupakan bab yang perlu dituliskan Sayyid Qutb untuk memperjelas dan memperkuat inti sari itu di samping untuk memenuhi tujuan utama buku ini ditulis. Yakni, sebagai petunjuk jalan yang akan dilalui para pioner kebangkitan umat, yang juga akan ditunjukkan kepada umat. Dengan adanya pioner inilah umat akan bangkit. Dengan eksisnya umat Islam inilah tugas manusia sebagai khalifah dan abdullah serta peran umat Islam sebagai ummatan daa’iyan dan ummatan syaahidan bisa diimplementasikan. Dengan demikian, kepemimpinan barat yang rapuh karena tidak memiliki “nilai-nilai” yang membuatnya layak memimpin akan diambil alih oleh umat Islam.
Jika pioner kebangkitan umat menginginkan keberhasilan sebagaimana keberhasilan generasi pertama, mereka harus meneladani karakter mereka. Oleh Sayyid Qutb mereka disebut جيل قراني فريد (Generasi Qur’ani yang Istimewa), yang juga dijadikan judul bab setelah muqaddimah. Ada 3 faktor utama keberhasilan generasi ini; sumber rujukannya adalah Al-Qur’an dan steril dari pengaruh manhaj lain dan sistem hidup lain, mereka mempelajari Al-Qur’an untuk mengamalkan/mengaplikasikan, dan saat mereka masuk Islam dan mendapat Al-Qur’an seketika mereka melepas seluruh kejahiliyahan.
Al-Qur’an telah mengajarkan jalan dakwah bagi generasi pertama umat ini, جيل قراني فريد (Generasi Qur’ani yang Istimewa). Dan manhaj Al-Qur’an dalam dakwah ini seharusnya diikuti oleh para pioner kebangkitan umat. Bagaimana karakteristiknya? Sayyid Qutb menjelaskan bahwa jalan pertama adalah pembinaan aqidah. Inilah yang serius dilakukan selama 13 tahun fase Makkiyah, dan Al-Qur’an tidak melompat pada pembahasan lain, apalagi masalah cabang/furu’iyah. Ini pula yang dijadikan seruan dakwah oleh Rasulullah, meskipun peluang mendapatkan perlawanan lebih besar dari pada dakwah lain. Rasulullah tidak mendakwahkan nasionalisme Arab, tidak pula keadilan sosial dan perbaikan moral. Meskipun ketiga hal terakhir ini peluangnya lebih besar untuk didukung orang-orang Arab, tetapi ia bisa menjadi tuhan baru atau bersifat rapuh. Sedangkan aqidah, tauhid, ia akan terpatri kuat memberi daya dorong yang hebat, di samping itulah kebenaran hakiki yang harus menjadi pondasi setiap perubahan.
Perubahan yang terjadi karena tauhid adalah perubahan revolusioner pada diri seseorang atau bangunan umat. Sebab perubahan Islam berarti peralihan dari mengikuti manhaj makhluk menuju manhaj Pencipta. Perubahan Islam berarti meninggalkan sistem produk manusia untuk memilih sistem ciptaan Allah. Perubahan Islam berarti mencampakkan hukum buatan hamba untuk merengkuh dan mengaplikasikan hukum Allah. Perubahan inilah yang akan memuliakan manusia, serta membawa mereka menuju rahmat, setelah hidup penuh dengan kehinaan dan kelemahan.
Pioner umat yang akan melakukan misi perubahan revolusioner ini harus percaya diri dengan manhajnya; manhaj Islam, manhaj Al-Qur’an. Maka, persoalan jihad juga harus diterima apa adanya sebagaimana konsep Al-Qur’an yang telah dijelaskan Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Qur’an saat menafsirkan surat Al-Anfal dan At-Taubah. Intinya, jihad bukan defensif, tetapi ofensif. Manhaj yang sama seperti dipahami Ibnul Qayyim dalam Zaadul Maad. Saat dakwah dihalangi oleh kekuatan politik atau kekuasaan, maka jihad harus menetralisir kekuatan itu sehingga dakwah bebas disebarkan. Konsep inilah yang ditakuti oleh musuh-musuh Islam termasuk Inggris pada waktu itu sehingga mereka memesan kematian Sayyid Qutb kepada pemerintahan Gamal Abdul Nasir.
Dalam bab لااله الا الله منهج حياة (Laa ilaaha Illallah Manhaj Kehidupan/Pedoman Hidup) penulis sangat tegas dalam hal tauhid. Bagaimana menerapkan sistem hidup Islam dalam kehidupan luas sampai kenegaraan. Syariat Islam adalah harga mati dari segala masalah kehidupan
Tulisan Sayyid Qutb dalam bab terakhir هذا هو الطريق (Inilah Jalan Itu). Dalam bab ini ia mengakhiri buku terakhirnya ini dengan menjelaskan bahwa para pekerja Allah bukan penentu hasil, mereka hanya perlu beramal. Bisa jadi mereka mendapatkan kemenangan dan berkuasa untuk menegakkan dinullah, bisa jadi ia seperti kisah ashaabul ukhdud; mati namun keimanan telah menyebar, kemenangan hakiki di sisi Allah SWT.
Seorang yang bergerak dijalan dakwah Islam memerlukan “petunjuk jalan”. Petunjuk yang dirujuk dari Al Qur’an dan As Sunnah. Kedua sumber inilah yang harus kita ambil jika menginginkan kembali generasi-generasi rabbani.[amirul/deskrip.wordpress.com]
Recomended!
Tinggalkan komentar